prasangka, diskriminasi, dan etnosentris yang terjadi di indonesia

TUGAS
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA
“PRASANGKA, DISKRIMINASI, DAN ETNOSENTRIS YANG TERJADI DI INDONESIA”


Disusun oleh:
Akbar Febriansyah
10315412
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Gunadarma
2015

KATA PENGANTAR

Saya panjatkan Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul  “Prasangka, Diskriminasi, dan Etnosentris yang terjadi di indonesia" ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya berterima kasih pada Bapak Emilianshah Banowo selaku Dosen mata kuliah Ilmu Sosial Dasar yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
       Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan dan juga mengatasi mengenai prasangka, diskriminasi, etnosentris yang terjadi di Indonesia. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
       Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami dan berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.











DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………………….....2
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………...3
BAB I             Pendahuluan……………………………………………………………………….4
1.     Latar belakang…………………………………………………………………………4
2.     Rumusan masalah……………………………………………………………………...4
3.     Tujuan………………………………………………………………………………....5
BAB II           Isi…………………………………………………………………………………..6
1.     Pengertian prasangka….………………………………………………………………6
2.     Teori-teori prasangka………………………………………………………………….7
3.     Pengertian diskriminasi………………………….………………………………….....9
4.     Pengertian etnosentris………………………………………………………………..10
5.     Penyebab prasangka dan diskriminasi……………………………………………….11
6.     Upaya mengurangi prasangka dan diskrimiasi………………………………………11
7.     Upaya mengatassi etnosentris………………………………………………………..12

BAB III           Penutup…………………………………………………………………………..16
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………17








BAB I
Pendahuluan

1.    Latar Belakang
Prasangka adalah Sikap yang negatif terhadap sesuatu tanpa ada alasan yang mendasar atas pribadi tersebut.
Diskriminasi adalah Pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara ( berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dsb)
Apabila kita berbicara tentang prasangka dan diskriminasi adalah stereotyping, yaitu suatu kecenderungan untuk mengidentifikasi dan mengeneralisasi setiap individu, benda dan sebagainya ke dalam katagori-katagori yang sudah dikenal.
Prasangka dan diskriminasi berhubungan erat satu dengan yang lainnya karena pada teorinya prasangka bersumber pada satu sikap dan diskriminasi menunjuk pada satu sikap, prasangka dapat menjadi dasar dari diskriminasi, dan pada akhirnya mereka akan melakukan tindakan yang negatif.
Sedangkan etnosentris adalah sikap yang menganggap cara hidup bangsanya merupakan cara hidup yang paling baik. Alasan mengapa etnosentrisme menjadi penghambat integrasi nasional adalah karena sikap itu menganggap suku bangsa yang lain lebih rendah sehingga hal itu akan menimbulkan konflik sara. (suku, agama, ras, dan antargolongan). 

2.    Rumusan masalah
a.      Apa itu prasangka?
b.      Apa saja teori dari prasangka?
c.      Apa itu diskriminasi?
d.      Apa itu etnosentris?
e.      Apa penyebab prasangka dan diskriminasi?
f.       Bagaimana upaya mengurangi prasangka dan diskriminasi?
g.      Bagaimana upaya mengurangi etnosentris?
3.    Tujuan 
Adapun tujuan makalah ini adalah:                                                                               
1.      Untuk menjelaskan dalam bentuk deskriptif tentang pengertian dari prasangka, diskrimasi, etnosentris
2.      Untuk mengurangi permasalahan tentang prasangka, diskriminasi, etnosentris
















BAB II
ISI

1.    Pengertian prasangka
Prasangka atau prejudice berasal dari kata latian prejudicium, yang pengertiannya sekarang mengalami perkembangan sebagia berikut :
  1. semula diartikan sebagai suatu presenden, artinya keputusan diambil atas dasar pengalaman yang lalu
  2. dalam bahas Inggris mengandung arti pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yagn cermat, tergesa-gesa atau tidak matang
  3. untuk mengatakan prasangka dipersyaratkan pelibatan unsur-unsur emosilan (suka atau tidak suka) dalam keputusan yang telah diambil tersebut
Dalam konteks rasial, prasangka diartikan:”suatu sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu, yang terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi ”. Dalam hal ini terkandung suatu ketidakadilan dalam arti sikap yang diambilkan dari beberapa pengalaman dan yang didengarnya, kemudian disimpulkan sebagai sifat dari anggota seluruh kelompok etnis.
Prasangka (prejudice) diaratikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Baha arab menyebutnya “sukhudzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk. Dan disisi lain bahasa arab “khusudzon” yaitu anggapan baik terhadap sesuatu.
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau beringkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Prasangka ini sebagian bear sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsure efektif yang kuat.
Tidak sedikit orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih sukar berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok ? tampaknya kepribadian dan inteligensi, juga factor lingkungan cukup berkaitan engan munculnya prasangka. Orang yang berinteligensi tinggi, lebih sukar berprasangka, mengapa ? karena orang-orang macam ini berikap dan bersifat kritis. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukkan pada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan. Seseorang yagn mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatof tanpa latar belakang prasangka. Demikian jgua sebaliknya seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif.

2.    Teori-teori prasangka
a.      Teori Kategorisasi Sosial
melalui kategorisasi kita emmbuat dunia yang tak terbatas ini menjadi lebih sederhana dan bisa dimengerti. Pembedaan kategorisasi bisa di dasarkan pada persamaan atau perbedaan. Misalnya persamaan tempat tinggal, garis keturunan, warna kulit, pekerjaan, kekayaan yang relatif sama dan sebagainya. Sedangkan perbedaan tempat tinggal, garis keturunan, warna kulit, pekerjaan, tingkat pendidikan dan lainnya maka dikategorikan dalam kelompok yang berbeda.
Mereka yang memiliki kelompok yang sama dalam satu kelompok dikategorikan in group, sedangkan yang berbeda kelompok dikategorikan out group.
Pengkategorian cenderung mengkontraskan antara kedua pihak yang berbeda. Jika satu dinilai baik maka kelompok lain cenderung dinilai buruk.
b.      Teori Konflik-realistis
Teori ini memandang bahwa terjadinya kompetisi dan konflik antar kelompok dapat meningkatkan kecenderungan untuk berprasangka dan mendiskriminasikan anggota outgroup.
Kompetisi yang etrjadi antar dua kelompok yang saling mengancam akan menimbulkan permusuhan dan menciptakan penilaian yang negatif yang bersifat timbal balik. Jadi prasangka merupakan konsekuensi dari konflik nyata yang tidak dapat di elakkan.
LeVine dan Campbel (1972) menyebut kompetisi yang terjadfi sebagai konflik kelompok yang realistik. Biasanya terjadi karena kedua kelompok bersaing untuk memperebutkan sumber langka yang sama.
c.      Teori Perbandingan Sosial
Kita selalu membandingkan diri kita dengan orang lain dan kelompok kita dengan kelompok lain. Hal hal yang dibandingkan hampir semua yang kita miliki, mulai dari status sosial, status ekonomi, kecantikan, karakter kepribadian, dan sebagainya. Konsekuensi dari pembanidngan adalah adanya penilaina lebih baik atau lebih buruk dari orang lain. Prasangka terlahir ketika orang menilai adanya perbedaan yang mencolok. Artinya keadaan status yang tidak seimbanglah yang akan melahirkan prasangka (Myers 1999)
d.      Teori Identitas Sosial
Berdasarkan teori ini, Henry Tajfel dan John Tunner (1982) mengemukakan bahwa prasangka biasanya terjadi disebabkan oleh in group dan favoritsm yaitu kecenderungan untuk mendiskriminasikan dalam perlakuan yang lebih baik atau menguntungkan in group diatas out group. Orang memakai identitas sosialnya sebagai sumber dari kebangggan diri dan harga diri. Semakin positif kelompok dinilai maka semakin kuat identitas kelompok yang dimiliki dan akan memperkuat harga diri.
e.      Teori Deprivasi Relatif
Deprivasi Relatif adalah keadaan psikologis dimana seseorang merasakan ketidakpuasan atas kesenjangan atau kekurangan subjektif yang dirasakannya pada saat keadaan diri dan kelompoknya dibandingkan dengan orang lain atau kelompok lain. Keadaan deprivasi bisa menimbulkan persepsi adanya suatu ketidakadilan sehingga menimbulkan terjadinya prasangka.
f.       Teori Frustrasi-Agresi
Menurut teori ini, prasangka merupakan manifestasi dari displaced aggrsion sebagai akibat dari frustrasi. Asumsi dasar dari teori ini adalah jika tujuan seseorang dirintangi atau dihalangi, maka individu tersebut akan mengalami frustrasi. Frustrasi yang dialami akan membawa individu tersebut pada perasaan bermusuhan terhadap sumber penyebab frustrasi. Hal itulah yang menyebabkan individu seringkali mengkambing hitamkan individu lain yang kurang memiliki kekuasaan.
g.      Teori Belajar Sosial
Menurut teori ini prasangka biasanya diperoleh anak-anak melalui proses sosialisasi. Anak-anak banyak yang menginternalisasikan norma norma mengenai stereotipe dan perilaku antar kelompok yang ditetapkan oleh orang tua dan teman sebaya. Selain dari orang tua dan teman sebaya, media massa juga menjadi sumber anak untuk mempelajari stereotipe dan prasangka.



3.    Pengertian diskriminasi
diskriminasi adalah perlakuan Buruk yang di tujukan terhadap kumpulan manusia tertentu. Dalam diskriminasi ada Macam-macam bentuk Diskriminasi yang terjadi dalam kehidupan di antaranya :
a.     Diskriminasi Umur
Individu di beri layanan yang tidak adil karena beliau tergolong dalam lingkungan umur tertentu. Contohnya di negara malaysia remaja senantiasa dianggap orang yang menimbulkan masalah sehingga timbul istilah "Masalah Remaja"
b.     Diskriminasi Gender
Individu di beri layanan yang tidak adil karena gender mereka. Contoh seorang wanita menerima gaji yang lebih rendah dengan lelaki sejawatnya walaupun sumbangan mereka adalah sama.
c.      Diskriminasi Kesehatan
Individu diberi layanan yang tidak adil karena mereka menderita penyakit atau kecacatan tertentu Contohnya seorang yang pernah menderita sakit jiwa telah di tolak untuk mengisi jawatan tertentu, walaupun ia telah sembuh dan mempunyai keupayaan yang di perlukan.
d.      Diskriminasi Ras
Individu tidak di berikan layanan kesehatan karena Ras
e.      Diskriminasi agama
Individu di beri layanan yang tidak adil berdasarkan agama yang dianutnya
f.        Diskriminasi kaum
Tidak mendapatkan layanan yang sama rata dengan kaum lain

4.    Pengertian etnosentris
Etnosentris adalah kecenderungan untuk melihat dunia melalui filter budaya sendiri. Istilah ini sering dipandang negatif, yang didefinisikan sebagai ketidak mampuan untuk melihat orang lain dengan cara diluar latar belakang budaya anda sendiri. Sebuah definisi terkait etnosentrisme memiliki kecenderungan untuk menilai orang dari kelompok, masyarakat, atau gaya hidup yang lain sesuai dengan standar dalam kelompok atau budaya sendiri, sering kali melihat kelompok lainnya sebagai inferior (lebih rendah) (healey, 1998; Noel, 1968).
Pengertian etnosentrisme adanya sikap primodialisme yang ada dalam masyarakat melahirkan sikap etnosentrisme. Etnosentrisme adalah sikap menilai unsur-unsur kebudayaan lain dengan menggunakan kebudayaan sendiri. Etnosentrisme dapat diartikan pula sebagai sikap yang menganggap cara hidup bangsa nya merupakan cara hidup yang paling baik.
Ketika suku bangsa yang satu menganggap suku bangsa yang lain lebih rendah, maka sikap demikian akan menimbulkan konflik. Konflik tersebut misalnya kasus SARA, yaitu pertentangan yang didasari oleh Suku, Agama, Ras dan antar golongan. Dampak negatif yang lebih luas dari sikap etnosentrisme antara lain :
a.     Mengurangi ke objektifan ilmu pengetahuan
b.     Menghambat pertukaran budaya
c.     Menghambat proses asimilasi kelompok yang berbeda
d.     Memacu timbulnya konflik sosial.
Disisi yang lain, jika dilihat dari fungsi sosial, etnosentrisme dapat menghubungkan seseorang dengan kelompok sehingga dapat menimbulkan solidaritas kelompok yang sangat kuat. Dengan memiliki rasa solidaritas, setiap individu akan bersedia memberikan pengorbanan secara maksimal. Sikap etnosentrisme diajarkan kepada kelompok bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Salah satu bukti adanya sikap etnosentrisme adalah hampir setiap individu merasa bahwa kebudayaannya yang paling baik dan lebih tinggi dibanding dengan kebudayaan lainnya, m isalnya :
a.     Bangsa Amerika bangga akan kekayaan materialnya
b.     Bangsa Mesir bangga akan peninggalan akan kepurbakalaan yang bernilai tinggi
c.     Bangsa Francis bangga akan bahasa nya
d.     Bangsa Italia bangga dengan musik nya.
Dampak positif dari etnosentrisme yaitu dapat  mempertinggi semangat patriotisme, menjaga keutuhan dan stabilitas kebudayaan, serta mempertinggi rasa cinta kepada bangsa sendiri.
Sikap etnosentrisme adalah sikap yang paling menggunakan pandangan dan cara hidup dari sudut pandangan nya sebagai tolak ukur untuk menilai kelompok lain.
Apabila tidak dikelola dengan baik, perbedaan budaya dan aday istiadat antara kelompok masyarakat tersebut akan menimbulkan konflik sosial akibat adanya sikap etnosentrisme. Sikap tersebut timbul karena adanya anggapan suatu kelompok masyarakat bahwa mereka memiliki pandangan hidup dan sistem nilai yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya.

5.    Penyebab prasangka dan diskriminasi
a.     berlatar belakang sejarah
b.     dilatarbelakangi olehperkembangan sosio-kultural dan situasional
c.      bersumber dari faktor kepribadian
d.     berlatar belakangdari perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama

6.    Upaya mengurangi prasangka dan diskriminasi
a.     perbaikan kondisi sosial ekonomi
pemerataan dan usaha peningkatan pendapatan bagi warga negara Indonesia masih tergolong dibawah garis kemiskinan akan mengurangi adanya kesenjangan-kesenjangan sosial antar si kaya dan si miskin. Melalui program-program pembangunan yang mantap tang didukung oleh lembaga-lembaga ekonomi pedesaan seperti BUUD dan KUD. Juga melalui program KCK (kredit candak kulak), KMKP (kredit modal kerja permanen), dan dalam sektor pertanian dengan intensifikasi khusus (Insus), proyek perkebunan inti rakyat (PIR), juga proyek tebu rakyat diperkirakan golongan ekonomi lemah lambat laun akan dapat menikmati usaha-usaha pemerintah dalam perbaikan sektor perekonomian. Dengan begitu prasangka-prasangka ketidakadilan dalam sektor perekonomian antara kelompok kuat dan kelompok ekonomi lemah sedikit banyak dapat dikurangi dan akhirnya akan sirna.

b.     Perluasan kesempatan belajar
Jika dapat mencapai prestasi tinggi dan dapat mempertahanhan secara konsisten, beasiswa yang aneka ragam itu dapat diraih dan kantong pun tidak akan kering kerontang.

Dengan memberi kesempatan luas untuk mencapai tingkat pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi bagi seluruh warga negara indonesia tanpa kecuali, prasangka dan perasaan tidak adil pada sektor pendidikan cepat atau lambat akan hilang lenyap.

c.      Sikap terbuka dan lapang dada

Sesungguhnya idealisme paham kebangsaan yang mencanangkan persatuan dan kemerdekaan, telah menumbuhkan sikap kesepakatan, solidaritas yang tinggi. Dengan berbagai sikap unggul itu, diharapkan akan berkelanjutan dengan sikap saling percaya, saling menghargai, menghormati dan menjauhi dari dari sikap berprasangka. Dilandasi dengan sikap-aikap tersebut  akn mucul sikap terbuka, sikap lapang, untuk menerma kritik, suatu makna dari perbedaan pendapat yang wajar dalam kemajemukan masyarakat indonesia. Upaya menjalin komunikasi dua arah, karena masing-masing berniat membuka diri untuk berdialog antar golongan, antar kelompok sosial yang diduga berprasangka dengan tujuan membina kesatuan dan persatuan bangsa adalah suatu cara yang sungguh bijaksana.

7.    UPAYA MENGATASI ETNOSENTRIS
Untuk mengatasi masalah etnosentrisme dalam era desentralisasi dan otonomi daerah, langkah pertama yang mesti dibuat adalah pendidikan politik. Pendidikan politik masyarakat ini menjadi tanggung jawab semua pihak di daerah terutama partai politik dan para politisi serta organisasi kemasyarakatan lainnya. Pendidikan politik atau sosialisasi politik mesti diarahkan pada perubahan budaya politik masyarakat dari subyektif dan parokhial menuju ke partisipatif.
Untuk mengantar masyarakat pada budaya politik partisipatif, dituntut suatu sistem pemerintahan yang memiliki kejelasan prosedural, terbuka, kompeten, dan menghargai kebebasan individu(20). Hal ini tentu menuntut dari pemerintahan daerah dan para politisi lokal untuk membangun suatu suasana demokrasi lokal yang mantap. Hal ini akan membantu masyarakat berkembang dalam kesadaran berpolitik. Sebab cara kerja pemerintah daerah dan politisi lokal yang berpolitik oppurtunis dan tidak fair sama dengan pembodohan masyarakat.
Di tengah masyarakat yang masih cenderung untuk terikat pada ikatan-ikatan primordial, peran partai politik sangat dibutuhkan. Seperti dalam kasus pemilihan kepala daerah, di mana rakyat memilih bukan karena kompetensi melainkan ikatan-ikatan emosional, partai politik hendaknya mempersiapkan calon yang kompeten. Parpol hendaknya proaktif dan konstruktif memahami dan membantu rakyat dalam kesadaran berpolitik. Rakyat seringkali bingung menentukan pilihan parpol dan calon pemimpin yang tidak jelas identitas dan karakternya. Ibaratnya memilih kucing dalam karung(21). Untuk itu Parpol tentu diharapkan memiliki calon yang kompeten dan dikenal masyarakat dan bukan malah menjebak rakyat terpuruk dalam ketakbrdayaan politik lewat money politcs dan lain sebagainya.
Desentralisasi dan otonomi daerah semestinya menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam pemerintahan. Ruang yang lebih terbuka bagi masyarakat mesti disediakan oleh pemerintah lokal. Desentralisasi dan otonomi daerah tidak berarti memindahkan pusat ke daerah, menciptakan raja-raja kecil di daerah melainkan membangun suatu pemerintahan yang lebih demokratis. Kerjasama yang baik antar semua pihak tidak akan membiarkan ‘mutiara’ ini terbuang begitu saja.
Dalam hal ini pemberdayaan masyarakat dan pemerintah adalah hal yang mesti dibuat demi terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera. Keduanya mesti belajar bersama untuk membangun kesadaran politik yang matang. Masyarakat dan pemerintah akan memainkan perannya secara proporsional demi terciptanya demokrasi lokal. Kesadaran politik ini akan menepis seluruh masalah etnosentrisme.
Konflik antar etnis merupakan sesuatu yang mesti diterima tetapi yang terpenting adalah bagaimana konflik itu bisa diselesaikan. Pemerintah perlu memberikan pedoman yang tepat dalam memandu otonomi daerah untuk meredam euphoria yang begitu deras. Pemerintah selalu mengamati segala aspirasi dan kebijakan yang berkembang di daerah agar tidak mengarah pada tuntutan yang destruktif dan mengoyakkan konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip integrasi bangsa dalam UUD 1945 harus menjadi acuan dalam setiap pengambilan kebijakan di daerah-daerah(22). Hal ini tentu akan juga menepis semangat kedaerahan yang terus berkembang.
Selain seperti yang telah saya uraikan di atas, berikut ini penulis akan mengutip beberapa langkah yang mesti dibuat dalam rangka memperbaiki implementasi desentralisasi dan otonomi daerah yang berbau etnosentrisme yang diusulkan oleh H. Abdulkahar Badjuri(23).
1.     Perlunya pembantuan kepada daerah (pendampingan atau capacity building programs) agar mereka melaksanakan otonomi daerah atas dasar kerangka dasar intelektual, kepraktisan dan kemampuan teknis yang mendasar. Supervisi pemerintah Pusat jelas merupakan conditio sine qua non. Sehingga pada masa depan daerah mampu membuat sendiri (having a capacity to make it) dokumen-dokumen perencanaannya, dan tidak dibuatkan oleh pihak ketiga. Konsultasi dengan para ahli tentunya bukan hal yang tabu. Yang tabu adalah kalau para ahli itu yang membuatkan dengan judul “proyek”. Kalau minta dibuatkan terus maka sampai kapan pun daerah tidak akan pernah mampu dan mandiri dalam manajemen publiknya (artinya program capacity building kemudian dipertanyakan efektivitasnya).
2.     Penelitian yang mendalam tentang implementation plan, sehingga daerah memiliki kejelasan arah dan tujuan dari otonomi daerah. Harus jelas perencanaan dan kesepakatan Pusat Daerah mengenai keseimbangan pendapatan dan pengeluaran, hubungan keuangan Pusat Daerah, kejelasan dalam sistem evaluasi kuantitatif keuangan menuju akuntabilitas daerah.
3.     Harus mempertimbangkan bottom up management khususnya dalam rangka pendemokrasian lembaga-lembaga di daerah, baik legislatif maupun eksekutif. Bagaimana teknisnya, tentunya bisa disusun berbagai metode yang realistis dilakukan di daerah.
4.     Menuntaskan PP dan aturan lainnya yang tidak controversial sehingga kejelasan implementasi menjadi nyata dan tidak berbenturan  satu sama lain. Ini bukan pekerjaan yang gampang karena harus dikaji dan dipersiapkan secara serius dan komprehensif. Aturan-aturan ini harus komprehensif sehingga fenomena-fenomena negatif seperti etno-sentrisme, egoisme daerah an sebagainya bisa dinetralisir atau terantisipasi sebelumnya.
5.     Harus mengembangkan “transition plan”. Perencanaan transisi seperti ini hampir semua daerah diIndonesia belum melakukannya karena kekurangan supervisi dari pusat (salah satu sebabnya); di samping memang inovasi dan keterbatasan SDM di daerah.
6.     Harus ada kejelasan mengenai kewenangan pengelolaan yang lebih jelas dan transparan kepada daerah. Untuk jelas, pemerintahan pusat dan daerah harus saling berkomunikasi dan jalan sendiri-sendiri menggunakan pendekatan formalitas dan pendekatan kekuasaan semata.
7.     Harus dilakukan comprehensive field research mengenai implementasi otonomi daerah sebagai bagian daricomplete evaluation terhadap kebijakan otonomi daerah. Hasil penelitian akademik ini menjadi dasar terhadap kebijakan baru yang akan disusun untuk mengatasi berbagai persoalan.
8.     Khusus mengenai kepegawaian; mempertimbangkan fenomena etnosentrisme serta kesempatan yang lebih luas untuk mutasi, promosi dan pengembangan pegawai lintas propinsi, lintas kabupaten/kota mungkin bisa dipertimbangkan lagi agar kewenangan kepegawaian ditarik kembali ke pusat.
Beberapa langkah di atas kiranya dapat menjadi penuntun bagi kita untuk mengimplementasikan desentralisasi dan otonomi daerah secara pas. Dalam arti kita berusaha untuk mengimplementasikan desentralisasi dan otonomi daerah tanpa jatuh dalam masalah etnosentrisme.


















BAB III
PENUTUP
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi padatindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang barudiketahui setelah ia bertindak atau beringkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan nzkecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak lanjut nya timbul tindakan, aksiyang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yangrelaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Prasangka bisa diartikan suatu sikap yangtelampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuaturealita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsur efektif yang kuat.










                                                        




                                                         DAFTAR PUSTAKA




Comments

Popular posts from this blog

TUGAS ISD KE 4

Konsep ekonomi teknik