ARBRITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PENYELENGGARAAN KONSTRUKSI
LATAR
BELAKANG
Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan
pembangunan fisik dibidang jasa konstruksi cukup banyak melibatkan
sumber-sumber daya, baik sumber daya manusia, sumber daya alam berupa bahan
bangunan, sumber daya tenaga dan energi peralatan, mekanikal dan elektrikal,
serta sumber daya keuangan. Dalam setiap tahapan pekerjaan tersebut dilakukan
dengan pendekatan manajemen proyek, yang prosedurnya telah diatur dan
ditetapkan sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan
dengan lancar sesuai dengan waktu pelaksanaan. Namun demikian, pada setiap
tahapan-tahapan pekerjaan tersebut, adakalanya mengalami hambatan, baik dari
faktor manusia maupun sumber-sumber daya yang lain. Hambatan-hambatan sekecil
apapun harus diselesaikan dengan baik untuk mencegah kerugian yang lebih besar,
baik dari pelaksanaan waktu pekerjaan maupun operasional bangunan kelak.
Konstruksi adalah salah satu
industri yang sangat kompleks, hal ini karena dalam proyek konstruksi terdapat
multi disiplin ilmu dan berurusan dengan orang banyak yang memiliki kepentingan
masing-masing. Kondisi ini pula yang membuka peluang sengketa menjadi lebih
besar.
PENYELESAIAN SENGKETA
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui upaya
di luar jalur pengadilan kiranya tepat untuk diterapkan pada sengketa
konstruksi dengan beberapa alasan sebagai berikut:
Pertama, kerahasiaan mengenai sengketa. Kerahasiaan
merupakan salah satu keunggulan dari mekanisme penyelesaian sengketa di luar
jalur pengadilan, baik pada saat proses maupun terhadap putusan yang tidak
dipublikasikan. Mengingat konstruksi terkait dengan banyak proses yang mana
tidak seluruhnya dapat dibuka untuk umum, terutama apabila bangunan yang
menjadi obyek sengketa termasuk dalam objek vital negara. Selain itu,
diperlukan untuk menjaga hubungan baik di antara para pihak, mengingat pelaku
usaha dalam bidang jasa konstruksi adalah terbatas.
Kedua, para pihak dapat memilih pihak penengah
(mediator/konsiliator/arbitrator) yang memiliki keahlian di bidang konstruksi. Menurut Hellard
(1987), sengketa konstruksi dapat dibagi menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:
1. Sengketa berkaitan dengan
waktu (keterlambatan progress);
2. Sengketa berkaitan dengan
finansial (klaim dan pembayaran);
3. Sengketa berkaitan dengan
standar pekerjaan (desain dan hasil pekerjaan);
4. Konflik hubungan dengan
orang-orang di dalam industri konstruksi.
Pada umumnya sengketa-sengketa tersebut atas akan berkaitan,
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan hal-hal bersifat teknis. Pada
dasarnya Kontrak Kerja konstruksi merupakan kontrak yang bersifat khusus yang
mana memuat banyak aspek teknis.Sebagai contoh, sengketa berkaitan dengan
pembayaran dengan sistem prosentase progress pekerjaan
sebagai syarat pembayaran, tentunya memerlukan aspek teknik terkait dengan
penentuan progress pekerjaan yang dapat
diklaim. Dengan demikian, dalam penyelesaian sengketa konstruksi, tidak saja
dibutuhkan ahli hukum, namun diperlukan ahli pada disiplin ilmu lain, terutama
aspek teknis, untuk memahami akar permasalahan.
Ketiga, jangka waktu penyelesaian sengketa
jelas dan relatif singkat. Walaupun perihal jangka waktu penyelesaian sengketa
relatif singkat sebagai keunggulan dari mekanisme penyelesaian sengketa di luar
pengadilan (arbitrase) menurut Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak selalu terjadi karena di beberapa
negara penyelesaian melalui jalur litigasi dapat ditempuh dengan waktu yang
relatif singkat, namun saat ini harus diakui bahwa jalur litigasi memakan waktu
yang lebih panjang dibandingkan dengan jalur di luar litigasi. Jangka waktu
penyelesaian sengketa yang singkat tentu lebih menguntungkan bagi para pihak
yang bersengketa, karena dapat segera memperoleh kepastian mengenai
penyelesaian atas sengketa yang sedang terjadi. Bagi pelaku usaha konstruksi,
berlaku pula hal demikian karena sengketa konstruksi akan berkaitan dengan
banyak hal seperti namun tidak terbatas pada kelangsungan pekerjaan, pengalihan
bangunan, penggunaan bangunan oleh pengguna jasa, kepastian pembayaran. Khusus
bagi penyedia jasa, sengketa yang berlarut-larut dapat menghambat keterlibatan
penyedia jasa pada tender-tender proyek yang diselenggarakan oleh pengguna jasa
yang sedang bersengketa.
Sumber:
http://business-law.binus.ac.id/2017/02/28/penyelesaian-sengketa-konstruksi-pasca-revisi-uu-jasa-konstruksi/
Comments
Post a Comment